IQNA

Pasca Ramadhan, Muhammadiyah Ingatkan Islam Al Hanifiyah As Samhah

17:27 - May 09, 2022
Berita ID: 3476794
TEHERAN (IQNA) - Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan pentingnya penerapan islam yang hanif (lurus) dan memancarkan Al Hanifiyah As Samhah (lurus dan lapang hati). Ajakan ini menjadi salah satu poin yang disampaikannya dalam tausiah silaturahmi dan halal bihalal Idul Fitri 1443 hijriah, keluarga besar Muhammadiyah, Sabtu (7/5/2022).

Menurut laporan IQNA, "Pasca Ramadan dan Idul Fitri, seyogyanya digelorakan spirit dan praktik beragama yang hanif dan memancarkan Al Hanifiyah As Samhah, sejalan dengan prinsip ajaran Islam," terangnya.

Menurutnya, makna Al Hanifiyah As Samhah berarti beragama yang lurus serta mengandung nilai welas asih dan toleran. Dalam artian lebih luas, berislam dengan spirit ini berarti beragama yang lurus serta menebar kasih sayang, serta toleran kepada sesama dan kepada kepada lingkungan dengan memiliki wawasan rahmatan lil alamin.

Istilah Al Hanifiyah As Samhah juga bukan hal baru, karena memang dianjurkan Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya yang diriwayatkan Ibnu Abbas berikut:

 قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Artinya: “Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau bersabda, Alhanifiyyah Assamhah." (HR. Ahmad).

Dalam hadits lain disebutkan:

إِنِّي أُرْسِلْتُ بِحَنِيفِيَّةٍ سَمْحَةٍ

Artinya:" Sesungguhnya saya diutus dengan agama yang lurus dan lapang hati." (HR. Ibnu Hanbal).

Haedar Menuturkan, umat Islam Indonesia saat ini banyak menunjukkan kesemarakan beragama, khususnya terkait ibadah ritual dan identitas keislaman. Meski begitu, kesemarakan beribadah dan berislam itu perlu dibarengi dengan peneguhan substansi dan pemahaman keberagamaan yang hanif atau autentik dan toleransi.

Ajaran Islam juga disebutnya perlu dipahami dengan pendekatan bayani (tekstual-literal), burhani (rasional, ilmu kontekstual), dan irfani (spiritual-ihsan) dijadikan rujukan pemahaman.

"Dengan demikian kesemarakan berislam menyatu dengan pemahaman dan pengamalan Islam yang mendalam, luas, interkoneksi, dan membumi dengan amal soleh. Dengan pemahaman yang substantif dan fungsional tersebut, maka berislam yang semarak tidak berhenti dalam syiar semata tetapi melahirkan hikmah dan keadaban hidup yang mencerahkan kehidupan diri dan bersama sebagaimana misi utama Islam yang dibawa Nabi Muhammad,"tuturnya. (HRY)

 

Sumber: republika.co.id

captcha